" kamu bilang ... " Malam ini diriku benar-benar sadar ternyata salah jika lebih mempercayai orang lain. Ia pernah berkata pada saat lalu semua akan baik-baik saja jika diri ini memberikan kesempatan untuknya. Ia pernah berkata pada saat lalu kalimat yang selalu diingatnya adalah "aku salah, ternyata aku salah" . Ia mengucapkan kata maaf dengan air mata yang menetes saat itu. Aku berdiri di hadapannya namun pikiranku seperti terbawa oleh masa. Ia yang mengajarkanku mengenai arti hadirnya seseorang, mengajarkanku tentang sebuah alasan mengapa jantung ini selalu berdegup dengan kencangnya, dan mengajarkanku apa itu kata nyaman. Seperti benang merah yang saling mengikat di jari manis, kami bertemu dengan ketidak sengajaan yang terjadi. Sudut jalan kota ini sepertinya sudah memiliki kisah masing-masing untuk kami. Aku memakai baju ungu, ia memakai baju hitam Aku memakai baju pink, ia memakai baju putih Aku memaka...
" apa kabar? udah berapa lama kita gak ketemu? " " iya, udah berapa lama... " dengan suara pelan tanpa sadar aku mengatakan kalimat itu Malam itu kami bertemu, mataku fokus pada hiasan yang tertempel pada dinding tempat ini. Sebuah benda berwarna coklat yang tak begitu jelas bentuknya menarik perhatianku sembari menunggu sebuah ice caramel latte datang. Benda itu seakan membawaku kembali pada sebuah masa yang masih terasa normal. Ia, sebuah nama yang sulit dipisahkan dari diri ini. Seseorang yang membuatku percaya akan kata "sahabat", seseorang yang masih berada pada satu tempat denganku ketika banyak orang yang memilih pergi, seseorang yang terlintas dipikiranku untuk pertama kalinya ketika ku butuh teman, seseorang yang... kita jauh tapi kita tidak jauh, seseorang yang tanpa sungkan. Seperti sebuah habit, tak pernah sekalipun tak hadir dalam hariku. Kala itu entah mengapa diri begitu yakin, ...