"Apa kamu tau mengapa kita harus belajar menulis?"
"Apa kamu tau mengapa kita harus bisa beropini?"
"Apa kamu tau mengapa kita harus bisa menghargai?"
Tanpa ku tau yang sebenarnya sampai pada akhirnya hari ini aku mengetahui semua alasan itu. Dibalik tuntutan sejak dini yang kala itu membuat kepala ini pening. Memikirkan hal aneh yang tanpa sadar semua itu hanyalah imajinasi semata yang hanya dapat kulakukan saat ku berada pada waktu itu. Semua hal yang pada awalnya indah selalu membuat ku terus berpikir positif dan bercakap pada diriku sendiri.
"Semua akan indah pada waktunya"
TAPI FAKTANYA....
Kapan waktu itu akan datang sedangkan aku sudah mempersiapkan dan menunggu kehadirannya sejak lama. Dari banyaknya buku yang sudah kubaca mengenai Self Improvement, aku mengetahui satu hal jika semua penulis dalam buku itu selalu berkata jika satu-satunya kendala adalah diri ini. Diriku sendiri.
"Namun apakah memang benar seperti itu?"
Aku yang sudah melewati segala hal, sedih bahkan sangat menyedihkan, kecewa bahkan sangat mengecewakan, jenuh bahkan sangat jenuh sampai berulang kali aku selalu mendiagnosa diri ini mengidap dysthymic disorde (depresi kronis), sakit tak perlu ditanya lagi seberapa sakitnya aku.
Dalam keheningan malam ditemani dengan semua playlist musik ini, aku selalu masuk kedalam jiwaku yang sebenarnya. Jiwa yang hanya diri ini saja yang tahu, satu orang pun tak ada. Menangis dalam diam, mata ini terpejam namun diri ini tak bisa terlelap, semua orang mengira aku tertidur namun sebenarnya aku sedang berfikir bagaimana cara agar aku bisa menghentikan segalanya, sampai akhirnya aku menemukan cara yang salah. Aku terduduk dalam pojok ruang kamar ini, menangis tanpa mengeluarkan sedikitpun suara, mengambil sebuah benda, dan menggoreskannya pada lengan ini.
"Apakah benar ada seseorang seperti itu?"
ADA, AKU...
Tanpa seorangpun tau, tiap aku merasa jatuh dan sulit untuk berdiri tegap kembali itu satu-satunya hal yang dapat membuat rasa sakit ini terbagi. Ketika lengan ini terluka, jujur saja aku tak merasakan apa-apa lagi terhadap lengan ini seakan-akan rasa sakit pada tubuhku sudah hilang. Dan pada akhirnya aku terlelap dengan semua luka yang kubuat sendiri itu.
Aku selalu diam. Ini adalah sifat jelekku yang tak pernah bisa berbicara hanya sekedar berbagi cerita. Pikirku semua hal yang aku rasakan ini lebih dari sekedar kekuranganku, ini adalah aibku. Aku tak ingin orang lain mengetahui betapa sedihnya menjadi diri ini. Sampai akhirnya, aku memang hanya dapat diam memendam segalanya dan lagi, akupun menangis. Entah apa yang sedang ku tangisi. Rasanya semua hal yang ada dihidupku adalah sebuah tangisan. Kala itu apapun yang berada didalam pikiranku selalu ku tangisi bahkan saat diam pun aku menangis. Aku pikir diagnosaku itu tidaklah salah, aku memang benar sakit.
Lalu kembali, aku mencoba menguatkan diri ini yang terlalu lemah berada pada dunia yang keras ini. Membaca kembali semua buku, hanya berputar pada rak buku yang bertuliskan Self Improvement, dan mencoba untuk menyerap semua energi-energi positif yang tertuang pada semua buku itu. Sedikit demi sedikit aku bangkit. Bukan bangkit, tapi mencoba untuk bangkit. Kembali menanamkan sikap positif atas semua yang sudah terjadi pada hidupku. Kala itu aku berfikir...
"Toh bukan cuma gue aja kan yang ngerasain susahnya hidup"
Namun ternyata tanpa disangka diri ini kembali melemah. Mengenai suatu hal yang mungkin bagi sebagian orang apa yang terjadi pada diriku adalah hal yang sangat sangat sangat sepele atau mungkin hal yang tak perlu dipikirkan. Namun tidak untuk diri ini yang sudah terlanjur sensitif akan hal sekecil apapun yang berada pada dunia ini. Hal itu kembali membuatku melemah, aku kembali melakukan kebiasaan itu lagi. Self Injurry ku pun kembali muncul seakan-akan itu adalah habit terburukku. Sulit sungguh sulit hingga aku hampir kehilangan akal sehatku sendiri.
Sebuah racun sudah berada digenggamanku. Racun yang aku harap dapat membuatku berhenti merasakan semua rasa sakit ini dan membawaku pergi jauh. Percaya atau tidak, aku benar-benar sudah memegang dan bahkan menjilati racun itu. Rasanya pahit memang, namun tak seberapa jika harus dibandingkan dengan pahitnya semua rasa yang kuterima. Yang kuingat aku hanya menangis dan semua racun itu tumpah berserakan.
"Ya Tuhan.. Jika memang jangkaku masih ada ku mohon tolong aku, selamatkan aku dari semuanya. Tapi jika memang jangkaku sudah habis, kumohon jemput aku karena aku sangat takut berada disini..."
Berulang kali aku selalu menuliskan sebuah kalimat pada diaryku...
"Tolong aku. Selamatkan aku"
Aku selalu berkata aku ingin mati, namun jauh dibalik kata yang kuucapkan. Aku ingin hidup, aku ingin merasakan hidup. Pada malam dimana bulan dan bintang bersinar terang, aku duduk diatas kain merah ini dengan kedua tanganku yang ku tengadahkan. Kala itu aku menagis, mataku sembab entah seperti apa, suaraku serak, bahkan sulit untuk bernafas. Aku bercerita, benar-benar menceritakan segalanya kepada Zat yang Maha Mulia.
"Kuatkan! Tabahkan! Lindungilah! Ku mohon!"
Beberapa hari lalu, aku melihat sebuah berita. Mengenai seorang publik figur yang kembali memilih untuk meninggalkan dunia ini secara sepihak. Ia cantik, bertalenta, memiliki orang-orang yang menyayanginya dan bahkan ia bukan orang jahat.
"Kenapa dia bunuh diri?"
"Padahal dia terkenal kenapa dia milih kaya gitu?"
"Sumpah, gak nyangka dia meninggal"
Yang harus kalian tau, Sedekat-dekatnya kita terhadap seseorang pasti ada minimal satu hal yang tak pernah kita tau mengenai seseorang tersebut. Bukan hanya perihal cantik, kaya, banyak teman, atau bahkan baik buruknya seseorang. Ini masalah hati, perasaan yang tak pernah orang lain tau. Seseorang hanya akan menjadi dirinya sendiri ketika ia sedang sendiri bukan ketika ia sedang bersama orang-orang terkasih yang membuatnya selalu riang gembira seperti tak memiliki masalah.
Selalu ada sebuah alasan dibalik suatu kejadian...
"Mengapa kita begini?"
"Mengapa ia begitu?"
"Mengapa aku seperti ini?"
ADA.
Hanya saja mungkin saat ini kita belum bertemu dengan semua jawaban-jawaban itu. Mungkin nanti, suatu saat nanti ketika diri ini sudah siap. Yang ku tau alasan mengapa kita harus belajar menulis adalah agar setidaknya kita bisa dapat membagi rasa yang terlalu mengumpul pada otak ini melalui coretan unik milik kita, alasan mengapa kita belajar beropini adalah agar kita dapat memberikan sebuah semangat yang tak terduga untuk orang-orang yang mendengarnya melalui opini itu, alasan mengapa kita harus menghargai karena hidup itu bukan hanya soal berjuang dan berusaha namun juga soal sikap yang dapat menumbuhkan rasa rukun lalu membuat semua usaha dan perjuangan itu lebih bermakna, yaitu sikap menghargai.
Lalu, aku...
Kini aku hanya perlu berjalan sambil menggenggam peta dimana impianku berada agar aku tak lagi tersesat, agar aku tak lagi melukai diriku sendiri dengan mengatasnamakan rasa sakit akan berkurang, agar aku dapat tepat berada pada huruf X dalam peta tersebut. Semua orang, kita semua pasti pernah mengalami hal sulit. Bohong jika kamu berkata tidak. Namun, kesulitan setiap orang pasti akan berbeda. Mungkin kisah ini terdengar begitu menyedihkan tapi siapa tau kalau ternyata kamu pun juga memiliki kisah yang jauh lebih menyedihkan dibanding kisah ini.
Simpan baik-baik kisah itu, lalu kamu bisa kembali menceritakan masa kelam itu sebagai langkah untuk kamu bahkan orang-orang disekeliling kamu menjadi membuka mata dan memilih untuk bangkit seperti kamu.
"Semua akan indah pada waktunya"
Jujur! Saat ini aku masih belum bertemu pada sang waktu itu namun aku akan terus berjalan atau bahkan berlari dalam derasnya hujan ini sambil memegang peta harta karunku ini, seperti anak kecil. Bukankah dulu sangat mengasyikan berlarian dibawah derasnya hujan...
Aku sedang mencoba menikmati itu. Aku harap kamu pun begitu.
- author -
Terimakasih sudah membaca :)
Instagram : @mithafull
Komentar
Posting Komentar