# STORY YESTERDAY #
["Tapi harusnya kamu bisa loh Ar kaya Gita, kalian kan bareng-bareng terus tiap saat. Papah juga mau liat loh kamu berdiri di mimbar juara umum kaya Gita"
"Hhffftt... Iya Pah Mah, Ar emang bodoh gabisa dapet juara umum kaya Gita. Banggain terus aja dia, sebenernya yang anak kandung itu siapa sih disini" [Aryani]]
°°°
"Ar kamu apa-apaan sih ngomong kaya gitu? Mamah Papah tau kalo kalian lagi berantem akhir-akhir ini tapi kenapa kamu sampe ngomong kasar kaya gitu?"
"Kasar? Mah apanya yang kasar sih? Emang bener kan Papah sama Mamah itu selalu aja banggain Gita dibanding aku, dan selalu beda-bedain aku sama Gita. Mamah kira aku suka denger itu semua? Mamah kira aku seneng di banding-bandingin kaya gini. Siapa sih emang yang anak kandung dirumah ini sampe Mamah Papah terus-terusan banggain Gita?" [Aryani]
"Ya ampun Ar, Mamah sama Papah ga pernah ada niatan buat bandingin kamu sama Gita. Kita kaya gini supaya kalian lebih semangat belajar lagi supaya kalian bisa sukses bareng nantinya. Semua dirumah ini anak Mamah sama Papah ga ada bedanya.
Mamah Papah minta maaf karena udah bikin kamu ga nyaman selama ini tapi apa kamu tau kata-kata kamu sama Gita selama ini udah kelewatan sayang. Mamah tau kok gimana sikap kamu ke Gita akhir-akhir ini, Mamah tau semuanya. Kamu suka nyuruh-nyuruh Gita, bentak Gita, marahin Gita tapi apa kamu sadar itu udah kelewatan Aryani"
"Terserah Mah terserah. Kalo Ar tau akhirnya bakalan kaya gini, kalo Ar tau akhirnya Papah Mamah lebih perhatiin Gita, aku ga bakal bawa Gita kerumah ini dan mohon-mohon ke Papah Mamah buat angkat Gita jadi bagian keluarga ini." [Aryani]
Ternyata seperti ini rasanya, saat kita sudah tidak dibutuhkan lagi ternyata seperti ini rasanya. Aku yang selalu menangis terharu saat menonton film dimana ada adegan tokoh yang merasakan kesedihan, akhirnya aku benar-benar menjadi tokoh tersebut. Mungkin kesedihanku tidak sebanding dengan semua kebahagiaan yang sempat terjadi dalam hidupku. Tapi mungkin juga pada saat yang bersamaan kebahagiaan yang aku rasa kan pada saat itu adalah alasan mengapa semua ini terjadi.
Ketika tempat yang biasa kita singgahi, yang pada awalnya benar-benar nyaman sampai kita tak ingin keluar dari tempat itu kini seketika berubah menjadi tempat pertama yang tidak ingin ku singgahi. Entah mengapa aku tersadar akan suatu hal.
Aku tersadar mengapa burung terus berkicau didalam sangkarnya yang indah sedangkan terdapat pula makanan dan minuman yang tak perlu lagi ia harus mencari-cari terbang kesana-kemari. Ia bukan sedang bernyanyi melainkan ia berteriak ingin keluar dari sangkarnya, sangkar indahnya itu bukanlah kehidupannya yang sebenarnya, ia ingin hidup bebas seperti teman-temannya yang lain.
°Namun, apa kau tahu akan satu hal?
-> Seberapa sering ia berkicau, seberapa keras ia berkicau tidak akan ada yang peduli. Tidak akan ada yang mengerti apa yang ia ucapkan. Sama halnya seperti ku.
Jauh dari klimaks masalah ini terjadi aku benar-benar ingin mengakhiri semuanya. Namun, aku tidak cukup kuat untuk menahan rasa sakit yang terus bertambah akibat dari semua ini. Ketika gelap mulai menyapu dunia ini aku selalu termenung memikirkan apa takdir ku selanjutnya dan apa yang akan terjadi pada orang-orang yang berada di samping ku pula. Karena hal itu pula mungkin tepat pada saat ini aku selalu menemukan sikap lain yang berada dalam tubuhku yang selalu membuat aku benar-benar ingin pergi dari situasi ini dan pergi dari dunia ini. Aku benar-benar ingin mengakhiri semuanya secepat mungkin.
Ingin sekali aku mengucapkan terimakasih dan selamat tinggal namun setelah aku pikir kembali, rasanya tak pantas untukku mengakatan apapun pada mereka. Kini aku benar-benar tersadar aku memang bukan siapa-siapa.
Tak seperti tokoh Cinderella yang memiliki akhir yang bahagia, Rapunzell yang akhirnya benar-benar bersatu dengan orang-orang yang ia cintai, dan tak pula seperti bawang putih yang akhirnya bisa tersenyum kembali.
"Apa kau tahu apa itu benalu?"
*to be continue)
["Tapi harusnya kamu bisa loh Ar kaya Gita, kalian kan bareng-bareng terus tiap saat. Papah juga mau liat loh kamu berdiri di mimbar juara umum kaya Gita"
"Hhffftt... Iya Pah Mah, Ar emang bodoh gabisa dapet juara umum kaya Gita. Banggain terus aja dia, sebenernya yang anak kandung itu siapa sih disini" [Aryani]]
°°°
"Ar kamu apa-apaan sih ngomong kaya gitu? Mamah Papah tau kalo kalian lagi berantem akhir-akhir ini tapi kenapa kamu sampe ngomong kasar kaya gitu?"
"Kasar? Mah apanya yang kasar sih? Emang bener kan Papah sama Mamah itu selalu aja banggain Gita dibanding aku, dan selalu beda-bedain aku sama Gita. Mamah kira aku suka denger itu semua? Mamah kira aku seneng di banding-bandingin kaya gini. Siapa sih emang yang anak kandung dirumah ini sampe Mamah Papah terus-terusan banggain Gita?" [Aryani]
"Ya ampun Ar, Mamah sama Papah ga pernah ada niatan buat bandingin kamu sama Gita. Kita kaya gini supaya kalian lebih semangat belajar lagi supaya kalian bisa sukses bareng nantinya. Semua dirumah ini anak Mamah sama Papah ga ada bedanya.
Mamah Papah minta maaf karena udah bikin kamu ga nyaman selama ini tapi apa kamu tau kata-kata kamu sama Gita selama ini udah kelewatan sayang. Mamah tau kok gimana sikap kamu ke Gita akhir-akhir ini, Mamah tau semuanya. Kamu suka nyuruh-nyuruh Gita, bentak Gita, marahin Gita tapi apa kamu sadar itu udah kelewatan Aryani"
"Terserah Mah terserah. Kalo Ar tau akhirnya bakalan kaya gini, kalo Ar tau akhirnya Papah Mamah lebih perhatiin Gita, aku ga bakal bawa Gita kerumah ini dan mohon-mohon ke Papah Mamah buat angkat Gita jadi bagian keluarga ini." [Aryani]
Ternyata seperti ini rasanya, saat kita sudah tidak dibutuhkan lagi ternyata seperti ini rasanya. Aku yang selalu menangis terharu saat menonton film dimana ada adegan tokoh yang merasakan kesedihan, akhirnya aku benar-benar menjadi tokoh tersebut. Mungkin kesedihanku tidak sebanding dengan semua kebahagiaan yang sempat terjadi dalam hidupku. Tapi mungkin juga pada saat yang bersamaan kebahagiaan yang aku rasa kan pada saat itu adalah alasan mengapa semua ini terjadi.
Ketika tempat yang biasa kita singgahi, yang pada awalnya benar-benar nyaman sampai kita tak ingin keluar dari tempat itu kini seketika berubah menjadi tempat pertama yang tidak ingin ku singgahi. Entah mengapa aku tersadar akan suatu hal.
Aku tersadar mengapa burung terus berkicau didalam sangkarnya yang indah sedangkan terdapat pula makanan dan minuman yang tak perlu lagi ia harus mencari-cari terbang kesana-kemari. Ia bukan sedang bernyanyi melainkan ia berteriak ingin keluar dari sangkarnya, sangkar indahnya itu bukanlah kehidupannya yang sebenarnya, ia ingin hidup bebas seperti teman-temannya yang lain.
°Namun, apa kau tahu akan satu hal?
-> Seberapa sering ia berkicau, seberapa keras ia berkicau tidak akan ada yang peduli. Tidak akan ada yang mengerti apa yang ia ucapkan. Sama halnya seperti ku.
Jauh dari klimaks masalah ini terjadi aku benar-benar ingin mengakhiri semuanya. Namun, aku tidak cukup kuat untuk menahan rasa sakit yang terus bertambah akibat dari semua ini. Ketika gelap mulai menyapu dunia ini aku selalu termenung memikirkan apa takdir ku selanjutnya dan apa yang akan terjadi pada orang-orang yang berada di samping ku pula. Karena hal itu pula mungkin tepat pada saat ini aku selalu menemukan sikap lain yang berada dalam tubuhku yang selalu membuat aku benar-benar ingin pergi dari situasi ini dan pergi dari dunia ini. Aku benar-benar ingin mengakhiri semuanya secepat mungkin.
Ingin sekali aku mengucapkan terimakasih dan selamat tinggal namun setelah aku pikir kembali, rasanya tak pantas untukku mengakatan apapun pada mereka. Kini aku benar-benar tersadar aku memang bukan siapa-siapa.
Tak seperti tokoh Cinderella yang memiliki akhir yang bahagia, Rapunzell yang akhirnya benar-benar bersatu dengan orang-orang yang ia cintai, dan tak pula seperti bawang putih yang akhirnya bisa tersenyum kembali.
"Apa kau tahu apa itu benalu?"
*to be continue)
Komentar
Posting Komentar