"Hallo Mentari... Kamu masih mau diem-diem gini terus?" Ucap Aldhi yang malam ini menelfonku
"Dhi, hari ini aku lagi cape. Kalo kamu mau berantem nanti nanti aja Dhi" Jawabku dengan suara yang terdengar lesuh
"Ko kamu ngomongnya kaya gitu Mentari? Justru aku gak mau kita terus-terusan kaya gini. Aku ga ngerti sama sikap kamu yang kaya gini, aku mau jelasin sesuatu sama kamu. Aku gak mau kamu mikir yang gak gak kaya gini" Jawab Aldhi dengan suara yang tenang
Hari ini, malam ini ternyata benar datang. Situasi dimana pada awalnya hanya menjadi sebuah ketakutan ternyata kini aku sedang berhadapan dengan itu. Aku yang awalnya mencoba untuk mengerti sebuah rasa yang kupikir hanyalah ego semata kini entah mengapa sulit untukku menghadapinya. Entah siapa yang bersalah dalam ceritaku ini namun yang ku rasakan hanyalah ketakutan. Takut jika apa yang kupikirkan saat ini akan benar-benar terjadi.
Entah sudah berapa hari aku dan Aldhi seperti menjaga jarak satu sama lain. Kami sudah tak seperti dulu lagi, aku merasa ia telah berubah dan mungkin ia pun juga berpikiran sama. Baginya aku yang telah berubah. Entah siapa yang telah berubah dalam hubungan ini, namun rasanya sulit untuk kami melupakan rasa aneh yang kini sedang menyelimuti pikiran ini.
"Aldhi, kalo misalkan aku main sama temen cowoku. Dan deket sama temen cowo ku, kamu marah ga?" Tanyaku pada Aldhi dalam pembicaraan telfon ini
"Aku cemburu tapi aku ga akan marah sama kamu karena aku tau gimana sifat kamu.." Jawab Aldhi
"Kalo aku bilang kamu jangan deket-deket sama Tasya, aku salah ga?" Tanyaku
"Kamu ga salah. Jalanin hubungan itu ga cuma keputusan dari satu pihak aja. Kalo kamu mau aku ga deket-deket sama Tasya itu wajar ko Mentari tapi masalahnya... Apa kamu harus cemburu sama Tasya yang bahkan dia jauh dari aku?" Ucap Aldhi
"Aku bahkan gak tau apa dia bener-bener jauh dari kamu atau ga" Ucapku dengan suara yang sangat pelan
"Aku tau kalian temen. Aku tau Tasya jauh lebih lama kenal sama kamu dibanding aku, aku tau. Tapi yang gak aku tau, aku gak tau kalo ternyata kalian sedeket itu. Jalan berdua, makan berdua, instastory, update status segala macem cuma berdua. Aku gak pernah tau kalian sedeket itu" Ucapku dengan suara yang mulai bergetar
Diri ini mulai menahan suaranya agar tak benar - benar terdengar sedih dan juga air mata ini yang dengan kuatnya kucoba untuk tak menetes membasahi pipi ini. Hubungan yang semakin renggang ini, aku sudah tak dapat memikirkannya lagi. Ketika sebuah masalah muncul pada suatu hubungan aku benar-benar bingung, siapakah yang harus disalahkan akan semua ini. Bukankah yang dibutuhkan hanyalah sebuah jawaban... Namun entah mengapa, aku tak mendapatkan itu darinya. Aldhi hanya berbicara tanpa memberikanku sebuah jawaban yang selama ini aku tunggu. Aku tau jika tak seharusnya diri ini berharap pada seorang manusia, namun kali ini apakah aku juga salah berharap lebih dari seorang Aldhi.
Aku bahkan tak tau apa saja yang sudah kami bicarakan dalam pembicaraan telfon ini. Tak ada dasar dan tak ada ujung. Yang ku rasakan kini, aku hanya mencoba agar diri ini tak benar-benar terdengar sedih akan malam ini.
"Jujur aku kaget Tari. Ga ada yang perlu kamu khawatirin. Aku sayang sama kamu dan gak mungkin perasaanku berubah cuma karena kehadiran Tasya. Dia bener-bener cuma temen aku" Jawab Aldhi
"2 tahun kita udah bareng-bareng Dhi. Aku tau apa yang aku rasain ke kamu selama ini. Tapi, tapi... aku gak pernah tau kenapa aku bingung sama diri aku sendiri. Mau marah sama kamu atau biasa aja seakan-akan ga ada apa-apa. Aku bingung harus gimana. Jujur aku cape Dhi" Ucapku
"Maksud kamu?! Ini bener-bener kesalah aku? Sejak kapan? Sejak kapan kamu mulai cape sama sikap aku? Apa aku udah bener-bener bikin kamu gak nyaman?" Tanya Aldhi
"Ceemm!! Ga gitu maksud aku Aldhi. Kamu bisa gak sih cerna, pikirin ucapan-ucapan aku. Hhmm??" Ucapku yang mulai meneteskan air mata pada kedua pipi ini
"Mungkin emang hari ini gak seharusnya aku nelfon kamu. Kamu lagi sibuk kan? Nanti aku telfon lag.. " Ucapan Aldhi yang terhenti
"Aku mau kita putus" Ucapku.
Entah apa yang tiba-tiba saja keluar dari bibir ini. Aku hanya merasa memang ini saatnya untuk kami berhenti pada hubungan ini. Malam ini dalam sebuah pembicaraan kami yang bahkan tak bertatap wajah hanya terus berbicara yang membuat air mata ini semakin deras menetes. Diri ini mencoba menahan segalanya yang sampai akhirnya bertemu pada titik dimana aku sudah tak dapat lagi menahannya. Dan aku hanya dapat menangis.
"Aku anggap aku gak denger ucapan kamu tadi Mentari. Besok aku telfon lagi" Ucap Aldhi
"Ini, ini alasan kenapa aku minta putus dari kamu Dhi. Kamu selalu kabur. Gapernah mau hadepin masalah. Kamu selalu anggep semua masalah bisa selesai sama waktu. Dhi... Kalo kamu kaya gini terus bahkan tanpa aku yang minta putus, kita tetep bakalan selesai. Hhfftt... Kamu bahkan ga minta buat tetep pertahanin hubungan kita" Ucapku yang langsung mematikan panggilan telfon itu.
Seketika saja aku melemparkan handphone itu dan benar-benar menangis. Sulit untuk diri ini percaya jika ternyata ini adalah akhir dari cerita aku dan dia yang selama ini ku kira akan berakhir dengan bahagia. Sebuah ekspetasi yang tak pernah dapat untuk siapapun menjaminnya hanya karena sebuah hubungan yang sedang berjalan. Malam ini air mata yang menetes deras sudah benar-benar membasahi kedua pipi ini. Ingin rasanya berhenti namun sulit, benar-benar sulit.
Entah apa yang akan terjadi pada kami esok dan esok hari. Kuharap ini memang yang terbaik walau rasanya benar sakit, mengingatkanku pada sebuah kalimat jika kita dihadapkan dengan sebuah pertemuan kita harus siap pula bertemu dengan perpisahan nantinya. Aku merasakan hal itu kini namun yang ku tak ketahui. Sama sekali tak menyangka jika hal itu akan benar-benar terasa begitu menyakitkan.
Selesai
Terimakasih sudah membaca :)
Instagram : @mithafull
Komentar
Posting Komentar